Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia

Dalam sejarah, kondisi sosio kultural masyarakat Arab pra-Islam pada masyarakat sangat mempengaruhi pola pendidikan periode Nabi di Mekkah dan Madinah. Secara kuantitas orang-orang yang masuk Islam pada Fase Mekkah lebih sedikit daripada fase Madinah. 

Di Mekkah, watak dan budaya nenek moyang mereka yang cukup keras. Namun masyarakat Madinah lebih mudah memasuki ajaran Islam, karena saat kondisi masyarakat khususnya Aus dan Khazraj sangat membutuhkan seorang pemimpin. Tujuannya adalah untuk melunakkan pertikaian sesama mereka dan sebagai pelindung dari ancaman kaum Yahudi. Di samping sifat penduduknya yang lebih ramah, juga dikarenakan kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur.

Kegiatan belajar agama di masjid. Foto oleh Alena Darmel (pexels.com)

Proses pendidikan Islam pada masa awal berjalan apa adanya, tanpa terikat dengan aturan-aturan kependidikan tertentu. Namun, bagaimanapun juga untuk proses pendidikan itu sendiri dibutuhkan sebuah lembaga. Lembaga pendidikan memiliki nilai-nilai yang luhur untuk ditanamkan kepada seluruh masyarakat secara optimal.

Pada tahap awal pendidikan dan pengajaran yang dilakukan Nabi ditujukan untuk keluarga dan sahabat-sahabat dekat beliau. Rumah Al-Arqam menjadi tempat lembaga pendidikan pertama. Dipilihnya rumah tersebut sebagai tempat pendidikan islam adalah sangat terkait dengan keamanan dan ketenangan belajar. Rumah ini agak terlindung dari penglihatan musuh, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan tenang. 

Semua sahabat yang ikut belajar di sana dapat belajar dengan baik dan menguasai pelajaran yang mereka terima dari Rasul. Kemudian tempat yang kedua, yakni Masjid. Masjid mempunyai banyak fungsi, namun salah satu fungsi masjid yang sangat menonjol adalah sebagai pusat kegiatan belajar mengajar. 

Pada tahun-tahun pertama lahirnya Islam, masjid menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Tempat ini mampu memberikan keleluasaan kepada setiap guru untuk menghimpun orang-orang di lingkungannya untuk membaca dan muzakarah al-Qur'an serta membahas pendidikan agama.

Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan Islam di Indonesia telah muncul dan berkembang dalam berbagai bentuk lembaga yang bervariasi, seperti Kuttab, pesantren dan madrasah. Dalam perkembangannya, muncul lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan nonformal secara bertahap. Lembaga pendidikan Islam telah memainkan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.

Lembaga pendidikan merupakan salah satu system yang memungkinkan berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kelembagaan pada masyarakat, dalam rangka proses pemberdayaan umat, kini menjadi tugas dan tanggung jawab secara kultural dan edukatif terhadap anak didik.

Lembaga pendidikan islam merupakan hasil pemikiran yang dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang didasari, digerakan dan dikembangkan oleh jiwa islam (al quran dan as sunah). Lembaga pendidikan islam telah menghasilkan pemimpin umat dan bangsa yang tangguh. 

Selain itu, fungsi laten lembaga pendidikan memilik peran besar dalam sejarah perjuangan umat islam, sekaligus sebagai basis dimulainya kegiatan intelektual di tanah air. Lembaga ini terlibat secara intens dalam mengambil peran social budaya yang digunakan sebagai acuan oleh masyarakat. 

1. Kuttab

Kuttab atau maktab, berasal dari dasar kata kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Jadi katab adalah belajar menulis, sebelum datangnya islam, kuttab telah ada di Negeri rab. Walaupun belum banyak dikenal. 

Di antara penduduk Mekkah yang mula-mula menulis arab adalah Sufyan Ibnu Umaiyah Ibnu Abdu Syama, dan Abu Qais Ibnu Abdu Manaf Ibnu Zuhroh Ibnu Kilat. Keduanya mempelajarinya di Negeri Hirah. Pada awalnya, perkembangan kuttab sebagai institusi, terasa lambat dan eksistensinya tidak merata, terutama pada masa pra Islam. 

Kuttab mulai memperlihatkan perkembangannya seiring dengan keberhasilan ekspansi Islam ke luar wilayah Arab. Tercatat sampai abad dua hijrah setiap desa yang berada di bawah wilayah kekuasaan Islam, berdiri didalamnya sebuah kuttab, bahkan ada yang lebih banyak jumlahnya. 

Dalam pandangan Philip K. Hitti, kegiatan pembelajaran antara satu kuttab dengan kuttab lainnya cenderung tidak ada perbedaan. Institusi kuttab itu hanya mengajarkan keterampilan baca tulis dengan menggunakan al-Qur'an sebagai teks book pelajaran membaca dan menggunakan syair sebagai sarana pelajaran menulis.

Keberadaan kuttab di berbagai daerah kekuasaan Islam, lahir tanpa adanya campur tangan penguasa. Mereka mengajarkan al-Qur'an, membaca, menulis dan agama semata-mata karena memandangnya sebagai ibadah dan pekerjaan mulia. 

Maka tidaklah mengherankan, apabila pada masa itu banyak orang-orang yang berlomba-lomba mendirikan kuttab. Adapun lokasi kuttab, mereka memilihnya di rumah para pengajar kuttab itu sendiri dan sebagai alternative, kerapkali di antara mereka menggunakan sarana tempat terbuka di luar rumah.

Untuk jenis yang pertama, kuttab berfungsi utama mengajarkan kemampuan menulis dan membaca. Kurikulumnya bermuatan mata pelajaran menulis dan membaca dengan menjadikan puisi-puisi Arab sebagai rujukan utama. 

Dalam fungsi kuttab jenis ke dua, fungsi utamanya adalah untuk menghafal al-Qur'an dan memahami artinya. Muatan kurikulumnya adalah berdasarkan kepada hafalan al-Qur'an sehingga dapat menghasilkan hafidz al-Qur'an yang berkualitas dan qurra yang tangguh. 

Untuk masa berikutnya, ketika dikotomi kedua kuttab ini melebur, maka muatan kurikulumnya adalah kombinasi dari keduanya dalam arti meliputi pengajaran membaca, menulis dan bidang ke quranan.

2. Pondok Pesantren

Pondok pesantren merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata pondok dan pesantren. Kedua kata ini memiliki makna yang berbeda. Pondok dalam bahasa Arab funduk yang berarti tempat singgah, sedangkan pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang dalam pelaksanaan pembelajarannya tidak dalam bentuk klasikal. 

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam nonklasikal yang peserta didiknya disediakan tempat singgah atau pemondokan. Menurut Lathiful Khuluq, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisonal yang sudah ada sejak sekitar abad XIII masehi. Dalam perkembangannya, pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang subur di daerah pedesaan atau di daerah terpencil.

Menurut para ahli, pasantren baru disebut pesantren bila memenuhi lima syarat. Apabila ada orang menulis tentang pesantren, maka topik-topik yang harus ditulis sekurang-kurangnya adalah:

  1. Kyai pesantren, mungkin mencakup syarat-syarat kyai untuk zaman kini dan nanti.
  2. Pondok, akan mencakup syarat-syarat fisik dan non fisik, pembiayayaan, tempat penjagaan, dan lain-lain.
  3. Masjid, cakupannya akan sama dengan pondok.
  4. Santri, melingkupi masalah syarat, sifat, dan tugas santri.
  5. Kitab kuning, bila diluaskan akan mencakup kurikulum pesantren dalam arti yang luas.

3. Madrasah

Kata madrasah dalam bahasa Arab madrasatun berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran. Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran. 

Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula.

Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.

Dalam perkembangannya di Indonesia, madrasah islamiyah ini merupakan lembaga yang berdiri jauh sebelum SD, SMP, SMU/ SMK, atau perguruan tinggi/ Universitas. Sebab madrasah adalah salah satu sarana atau media tempat yang strategis bagi kyai/ ustadz dengan masyarakat dalam rangka menyampaikan aspek-aspek ajaran islam. Melalui madrasah juga, para raja muslim, menyampaikan program kenegaraan dan keagaman yang dianutnya.

Bagi masyarakat muslim Indonesia, kata madrasatun setelah dialihbahasakan menjadi madrasah. Lembaga pendidikan sekolah yang bercirikhaskan agama Islam yang sederajat dengan SMA/ SMK (UUSPN, 2003). Dengan kata lain, madrasah adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu pengetahuan umum lainnya. 

Secara hirarkies, Madrasah bila dipelajari dari segi historis, memiliki jenis lembaga pendidikan yaitu madrasah awaliyah, madrasah al wustha, dan madrasah al a’la. Jika dibahasa indonesiakan, masing-masing memiliki makna sebagai berikut: “sekolah pemula” yang kemudian lebih dikenal dan dibakukan menjadi Sekolah Dasar (SD). Ada sekolah menengah” meliputi Sekolah Mengah Pertama (SMP) dan Sekolah Umum (SMU). Madrasah al a’la berarti “sekolah atas” atau bahkan “sekolah tinggi”. 

Dari kedua makna ini yakni sekolah Atas atau Sekolah Tinggi, yang lebih dikenal di Indonesia adalah makna yang pertama, yaitu “Sekolah Menengah Atas (SMA)”. Karenanya, wajar jika Madrasah Aliyah (MA) sederajat dengan SMU/SMK, dan bukan Sekolah Tinggi yang sederajat dengan Perguruan Tinggi/ Universitas. 

Hirarkis tersebut menggambarkan bahwa perjenjangan pendidikan yang sekarang berlangsung adalah merupakan kelanjutan dari perjenjangan yang telah diberlakukan di madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat muslim Indonesia. 

Posting Komentar untuk "Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia"